Menumbuhkan Budaya Baca

Membaca merupakan jalan dan sarana ekspresi diri berkomunikasi serta terus maju melalui pencerdasan dan percerahan. Ada orang bijak yang mengatakan bahwa membaca adalah jendela dunia. Tidak berlebihan jika kalimat tersebut menjadi icon dari dunia membaca. Karena lewat membaca kita akan mampu menjelajah dunia, mengetahui pernak-pernik budaya di setiap belahan alam semesta. Namun, alangkah ironisnya, jika masyarakat tidak memilki budaya membaca. Lalu, siapa yang harus disalahkan dan siapa pula yang harus bertanggung jawab?
Kebiasaan membaca seharusnya, telah ditanamkan sejak dini. Mulai usia balita anak harus dikenalkan dengan dunia baca. Untuk menerapkannya, kita bisa memulai dengan memberikan dongeng sebelum tidur kepada si anak. Secara tidak langsung, hal tersebut akan menimbulkan keinginan dalam diri anak untuk mengetahui terus-menerus bagaimana kelanjutan dari dari cerita ataupun dongeng yang dibacakan. Hal tersebut juga akan menumbuhkan sikap kritis dalam diri anak, membangun pola fikir yang tersusun sistematis dan membantu anak memperoleh kesimpulan dari sebab akibat yang terjadi dalam dongeng. Lewat dongeng pula, nilai-nilai moral dapat disalurkan kepada anak. Dengan demikian, setelah usianya tak lagi balita, keinginan membaca akan dengan sendirinya tertanam dalam diri si anak. Sehingga, pada perkembangan berikutnya kebiasaan dan budaya membaca tidak akan mudah terkikis oleh derasnya arus perkembangan zaman, teknologi dan ilmu pengetahuan karena sejak dini anak telah diakrabkan dengan dunia baca.
Tidak mudah memang memasyarakatkan bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang dulu telah dikenal dengan budaya omong dan budaya nonton. Padahal kita tahu bahwa kebiasaan omong atau bicara harus dilatarbelakangi pula oleh kebiasaan membaca yang kuat dalam diri mereka, selain kemampuan komunikasi yang baik denga orang lain. Sehingga kualitas dari apa yang kita bicarakan dan sampaikan tidak hanya isapan jempol belaka namun mengandung suatu yang bernilai lebih dan tidak diragukan lagi. Tapi anehnya, kita mengaku memilki budaya omong yang baik, namun budaya baca kita tidak lebih baik dari budaya baca masyarakt jepang. Bahkan kalau boleh dikata, masyarakat kita telah kehilangan budaya baca. Lalu, bagaimana kelanjutan negeri ini, jika masyarakatnya saja sudah tidak berminat akan dunia buku?
Salah satu cara yang bisa kita tempuh ialah memperbaiki kualitas bacaan yang ada di negeri ini, melakukan kerja sama yang baik antara penulis dan penerbit dalam rangka peningkatan mutu baca dan bacaan dalam ini. Sehingga tak hanya menimbulkan keuntungan bisnis bagi penulis dan penerbit saja, tapi juga mencerdaskan generasi bangsa lewat buku dan bacaan. Dalam hal ini, penulis tak perlu menyusun buku-buku tebal dengan penjelasan yang panjang lebar agar kuaitas suatu buku diakui. Justru buku yang demikian kurang diminati oleh masyarakat. Mereka cenderung menyukai buku yang ringan-ringan saja namun memuat hal-hal yang bermakna. Dengan penjelasan yang singkat dan padat, masyarakat akan mudah memahami suatu maksud dari bacaan tersebut. seperti kita tahu, kebanyakan generasi muda bangsa ini telah terasuki oleh kebiasaan barat yang menyimpang, seperti : hang out, shooping, dugem, dan lain sebagainya. Penulis seharusnya lebih melihat kepada apa yang kini diminati dan digemari oleh mereka sebagi inspirasi menulis. Sebagi contoh, penulis berinoviasi membuat buku-buku bacaan berat dengan versi kartun. Yakinlah, hal yang demikian akan lebih mudah dicerna dan difahami remaja. Dan pastinya juga kan membantu pemerintah dalam menciptakan generasi unggul, tapi tak ketinggalan arus globalisasi.
1 Response
  1. How to win at casino - DrmCD
    You are playing the best slot machine games. 제주도 출장샵 The best casinos 진주 출장샵 have an amazing 경산 출장안마 array of great slots. 제천 출장샵 With slots, 충주 출장샵 go for the best with no deposit