Sebuah Cerita Cerminan

Cinta Yang Salah

Sore ini langit mendung, awan hitam menghiasi angkasa. Namun hujan belum menunjukan tanda-tanda akan turun. Angin berhembus kencang, memaksa ranting dan dedaunan untuk pergi dari pohonnya. Alam seakan murka. Membuat siapapun enggan keluar apalagi sekedar duduk menikmati alam. Namun, aku malah memaksa diri untuk duduk di halaman rumah. Menengadahkan kepala. Hatiku terasa sakit. Sakit sekali. Ku tatap tajam langit, rintikan hujan mulai turun deras, dalam sekejap seluruh badanku telah basah kuyup. Inginku menumpahkan amarah ini kepadanya. Namun apa kuasa, kilat dan petir menggelegar membelah langit sore ini, seolah hendak membalas amarahku.
Ku tundukkan kepala. Pasrah akan takdir langit yang akan terjadi. Air mataku jatuh. Hatiku benar-benar telah sakit. Tuk kedua kalinya, aku menangis hanya karena cerita cinta. Ku gigit bibir ini kuat-kuat demi menahan amarah hati yang semakin membara. Ingin ku berteriak. Menghempaskan semua gejolak dalam dada. Membiarkannya pergi bersama semilir angin. Mengapa cerita ini terulang kembali?? Persis, meski dengan tokoh dan karakter yang berbeda. Mengapa alam begitu tega kepadaku??
Tatapanku kosong. Pikiranku melayang, menyusuri kembali cerita 6 bulan silam. Cerita ketika aku sedang jatuh cinta untuk pertama kalinya. Jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan tersakiti untuk pertama kalinya jua.
Selasa, 10 Agustus 2010
Mentari telah bersembunyi di balik mayapada. Menimbulkan sinar kemerahan yang menawan hati setiap insan. Mengingatkan kita akan Agungnya Ciptaan Tuhan. Seperti hatiku kala itu. aku baru saja kembali ke pondok pesantren. Seperti kebanyakan santri lainnya, setelah libur panjang tamrin akhir, semua santri diwajibkan mengikuti ngaji kilataan ramadhan selama 20 hari. Setelah membawa pakaian dan barang-barang ke dalam gotaan. Aku terduduk di teras ndalem. Istirahat sejenak sambil menyapa teman-teman yang juga berniat menghabiskan ramadhan di pondok. Ku rapikan kembali jilbabku yang berantakan. Mataku berhenti berkedip tatkala melihat seorang lelaki yang sedang asyik berbincang dengan abah. Siapa dia? Baru kali ini aku melihatnya di lingkungan pesantren. hmmmm,, lumayan juga. Gumanku lirih.
Selepas magrib, ku berniat untuk sowan kepada bu nyai. Ku rindu tutur kata dan nasihat beliau yang selalu membuat batinku bergetar. Ku rindu sentuhan lembut tangannya. Ku rindu pandangan matanya. Ku rindu segalanya.
“Hmm,, mbak Aulia. Kapan mbak tekan pondok??di terke sopo ndek wau??” tanya bu nyai yang membuat buyar lamunanku.
“nembe jam 4, ndek wau kaleh bapak.” Jawabku sambil menundukkan kepala.
“oow,,iya wes. Ndang balek nak pondok. Mbak anis diiwangi masak nak dapur iya??”
”nggeh,,”
Ku melangkahkan kaki hendak meninggalkan ndalem setelah menjabat tangan bu nyai dengan penuh takzim. Namun langkahku terhenti oleh sebuah suara. Ku telurusi setiap sudut ruangan, mencari darimana datangnya suara tersebut.
“mbak,, aku nyuwun tulung iya. Aku celukno mbak Ruli,,di timbale bu nyai.”
“eng,,enggeh guz.” Ucapku tergagap.
Jantungku seolah berhenti, udara dingin seraya membuatku beku. Aku terkesima. Ya Allah Betapa Sempurnanya Ciptaan-Mu. Ucapku lirih. Sejak saat itu, aku lebih sering ke ndalem, meski semua pekerjaan telah selesai. Melihatnya duduk sambil murattal Al-qur’an, melihatnya ketika bermain bola dengan santri-santri putra. Hari-hariku terasa begitu indah. Walau aku jarang sekali bisa berbicara secara langsung dengannya, melihatnya saja telah membuatku terpesona.
Jum’at, 13 Agustus 2010
Hari itu, aku hendak pergi ke ndalem. Hendak membersihkan rumah seperti sore-sore yang lalu. Ku telusuri setiap ruangan, namun tak ku temukan sosok tersebut. dimanakah dia. Dimanakah sang pangeran yang telah membuatku jatuh cinta. Setelah lelah mencari. Akhirnya ku putuskan untuk duduk sembari menghilangkan lelah. Tak kusadari mbak Anis telah lama ikut duduk di sampingku.
“heh dek, nglamun ae. Mikir sopo tow??” Tanya mbak Anis mengagetkanku.
‘Ya Allah mbak, ngagetno wong ae.”
“lha sampean kie nglamun ae. Mikir sopo tow.”
“ee,,, ugak sopo-sopo kok. Eh iya mbak, gus Tamam nak ndie,ndungaren kok ugak muratal Al-qur’an koyo biasane.”
“ee,, gus Tamam tow, ndek esuk wes balek nak pondok Kediri. Kenek opo nuw??”
“ugak enek opo-opo kok. Cuma takon.” Jawabku mengakhiri perbincanganku dengan mbak Anies sore itu.
Rabu, 01 September 2010
Hujan turun membasahi bumi, menambah kesejukan sore itu. menambah sebuah kebahagian bagi mereka yang berpuasa. Teman-teman pun asyik bercengkrama menanti bedug magrrib berkumandang. Aku hanya tersenyum menanggapi ajakan mereka dan memutuskan untuk menikmati hujan sore di depan diniyyah. Aku ingin sendiri. Teringat kembali bayangan wajah gus Tamam. Aku kangen. Aku rindu sekali dengannya. Rindu suaranya ketika murattal Al-qur’an. Rindu kegembiraannya saat bermain bola.
***
Hand phone ku berdering. Siapa yang SMS malam-malam seperti ini. Pikirku kala itu. cepat-cepat ku ambil Hp tersebut. Ku baca kata perkata yang tertulis dalam layarnya. Aku terkejut tak menyangka, tapi juga bahagia. Tak pernah terbayangkan dia akan mengirim SMS untukku. Darimana dia tahu nomor Hp ku?? Gumanku lirih. Ku baca sekali lagi SMS tersebut. apakah aku bermimpi. Ku tepuk pipiku. Huch sakit. Ini benar-benar kenyataan. Dia menanyakan kabarku.
Sejak saat itu, aku sering berkomunikasi dengannya. Keakrakaban pun mulai terbangun. Perasaan yang telah lama tersimpan mulai bersemi kembali. Aku mulai jatuh cinta dengannya.
Minggu, 26 September 2010
Setelah sekian lama memendam perasaan ini, aku tak kuasa menahannya sendiri. Namun, ketika aku berniat menceritakan perasaan ini kepada Ima,sahabat-ku. Kenyataan tak berpihak padaku. Dia juga jatuh cinta pada orang yang sama. Gus Tamam. Seketika hatiku hancur. Aku ingin menangis. Kuurungkan niatku untuk bercerita kepadanya. Apa yang harus aku lakukan Tuhan. Akankah aku melukai perasaan sahabatku sendiri. Tidak. Aku tidak akan bisa melakukannya. Biarlah sakit ini aku yang merasakannya. Biarlah.
Sejak kejadian itu, aku jarang berkomunikasi dengannya, atau lebih tepatnya menghindar darinya. Ku buang jauh-jauh semua perasaan yang telah lama tersimpan di hati. Aku berusaha untuk tidak menjalin hubungan dengannya. Walau terasa sulit sekali.
Hari-hariku berjalan hambar. Aku mulai malas ke ndalem, malas ngaji dan malas melakukan kegiatan apapun. Hingga ku putuskan untuk pulang sementara waktu agar ku bisa menenangkan hati dan perasaan ini.
Senin, 01 November 2010
Sore ini cerah, semilir angin menambah kesejukan. Aku berdiri di tepi sungai dekat rumahku. Airnya jernih, ikan-ikan terlihat berlalu lalang. Aku tersenyum. Telah satu bulan lebih aku menghabiskan waktu di rumah. Aku harus kembali ke pondok pesantren. aku tak boleh menyerah hanya karena masalah ini. Toch, mereka adalah sahabatku sendiri. Aku harus kembali ceria lagi.
Keesokan harinya. Aku telah membulatkan tekad untuk kembali lagi ke pondok pesantren. aku rindu kawan-kawanku. Aku rindu canda mereka, walau kadang menjengkelkan. Aku rindu nadhoman alfiyah bersama, aku rindu saat harus antri mandi hingga 3 jam. Aku rindu dengan tugas-tugas diniyyah yang menumpuk. Aku rindu kesibukan disana. Dan tak dapat dipungkiri, aku juga rindu akan senyuman Gus Tamam, meski ku tahu ku tak akan pernah memilikinya.
Sesampainya di pondok, teman-teman ricuh menyambut kedatanganku. Ada yang menyambut senaang kedatanganku karena kangen. Ada pula yang jengkel karena aku terlalu lama di rumah.
“hech Aulia, mek opo ae sampean kie nak omah, betah temen. Santiku tow wes ugak mbalek.” Celoteh Ifa.
“iya fa, mek opo ae kuwi Aulia nak omah. Piye progame?? Wes iso nglalekno si dia tow.” Ucap mbak Anis yang tiba-tiba muncul di pintu gotaan.
“si dia sopoi mbak??” Tanya mereka serentak. “hayoow sopo wie?”.
“sopo tow, ugak sopo-sopo. Mbak Anies i enek-enek ae.” Jawabku dengan wajah salting.
Riuh dan canda tawa sore itu memenuhi gotaanku. Menambah lengkap kebahagianku. Ternyata masih ada teman-teman yang sayang terhadapku. Aku tak sendiri. Aku harus lebih baik lagi. Aku tak ingin melihat mereka sedih karenaku. Jujur, meski ku belum bisa membuang semua perasaan ini hingga saat ini.
Rabu, 29 Desember 2010
Selepas subuh, udara sejuk nan segar tersedia melimpah di bumi ini. Tercipta untuk siapa saja yang mau bersyukur atas nikmat ciptaan Tuhan. Mentari pun akan segera terbit di ufuk timur. Menimbulkan warna Kemerahan indah penghias alam raya.
Telah kukemasi beberapa pakaian dan buku, aku berniat pulang. Menghabiskan sisa-sisa liburan semester ganjil di rumah. Ketika ku selesai sowan, tak sengaja aku berpapasan dengan gus Tamam. Ku tundukan kepalaku dalam-dalam. Tak perduli dengan sapaannya. Ku terus berjalan meninggalnya. Dalam hati ku mengutuk diri,huch kenapa tadi tak berhenti. Apa salahnya menjawab sapaannya. Katanya kangen.
Minggu, 02 Januari 2011
Malam yang indah, langit bersih tak berselaput awan. Ribuan bintang bertaburan di angkasa, membentuk berbagai macam formasi. Angin malam membelai rambut. Lembut. Menyenangkan. Menelisik, bernyanyi di sela-sela telinga. Menemani dan menghibur diriku yang sedang di rundung kesendirian. Sepi.
Sudah tiga hari, aku menghabiskan liburan di rumah. Besok penerimaan raport. Hatiku gundah. Bukan karena takut nilai merah, tapi berbagai kenangan tentang gus tamam kembali terekam. Aku takut. aku telah berjanji tak kan mengganggunya. Ingin sekali ku menghubunginya, rasa kangen ini tak tertahankan. Namun, keraguanku melumpuhkannya. Aku akan berjanji melupakannya.
Dering Hp membuyarkan lamunanku. Sebuah SMS tanpa nama. Siapa ini?? hatiku bertanya-tanya. SMSnya singkat,”Aulia,,”ku balas SMS tersebut. oh ternyata Gus Zaka, putra bu nyai pondok pesantren Nurul Huda Tuban. Ada gerangan apa dia SMS aku. Pikirku. Telah lama aku tak berkomunikasi dengannya, bukankah dia temannya gus Tamam.
Aku tak tahu, apakah semua ini telah di rencanakan sebelumnya atau hanya sebuah ketidaksengajaan belaka. Namun, kehadiran gus Zaka membantuku melupakan sejenak kenanagan-kenangan bersamam gus Tamam. Mengisi hari-hariku yang dulu sunyi dan hambar. Semua perhatiannya, perlakuaannya kepadaku menambah point positif ku untuknya.
Minggu, 09 Januari 2011
Ku berjalan gontai menyusuri lorong-lorong sekolah. Mataku sembab. Satu dua kali air mataku masih menetes dari kedua bola mataku. Aku tak tahu harus menjawab apa. Tadi malam gus Zaka menyatakan perasaannya kepadaku.
“neng, bolehkah aku mengatakan sesuatu kepadamu??”, tanyanya mengawali pembicaraan malam itu.
“tentu saja, kenapa tidak?? Mau bicara apa sih??”, jawabku
“hmmm,, sekian lama aku mengenalmu. Tak ku tahu darimana datangnya perasaan ini. Perasaanku padamu jauh lebih special. Aku ingin menjadi lebih dari seorang sahabatmu. Aku ingin menjadi teman spesialmu. Dan aku sayang kepadamu lebih dari seorang teman. Maukah kau menjadi seorang calon zaujaty untuk menggapai Ridho-Nya??” ucapnya penuh penghayatan.
Aku tertegun, tak tahu harus berbuat apa. Bayangan gus Tamam memenuhi otakku. Mataku berkaca-kaca. Aku menangis sesegukan, kemudian ku berlari meninggalkannya. Sesampainya di rumah, ku kunci pintu dan menangis sepuasnya di kamar. Aku belum bisa mencintainya. Aku hanya menganggapanya sebagai seorang sahabat. Tak lebih. Tuhan, apa yang ahrus aku lakukan.
Ku ceritakan masalah ini kepada saudara sepupuku. Ku berharap akan mendapat pemecahan dari masalah ini.
“ piye kie?? Aku binggung.”
“ nak menurutku, terimo ae Him. Rasa sayang iku iso muncul seiring berjalane waktu. Kesempatan tak akan datang dua kali. Wes tow ngandel aku, trimo ae dia??”
Aku tidak puas dengann jawaban saudara sepupuku, ku ceritakan kembali masalah yang ku hadapi kepada sahabat-sahabatku. Namun, sia-sia. Tak ada yang mendukungku. Semua menjawab dengan nada yag sama. Akankah aku harus menerimanya?? Dan memaksa hatiku untuk bersabar menunggu perasaan yang sama datang di hati. Tresno jalarann soko kulino. Apakah pribahasa tersebut juga berlaku pada diriku.
Kamis, 13 Januari 2011
Hari ini, aku berniat memberi kepastian kepadanya. Aku tak mau menggantung orang lebih lama. Ku telah memutuskan untuk bersedia menunggu perasaan yang sama datang di hatiku. Biarlah waktu yang menjawab semua ini. Mungkin aku jahat, menerima cinta orang, tapi aku sendiri belum bisa mencintainya sepenuh hati. Hatiku masih tertaut dengan gus Tamam. Huccf,,, ku hembuskan nafas berat. Semoga keputusanku tidaklah salah. Harapku kemudian.
Kamis, 10 Ferbuari 2011
Telah satu bulan lebih, aku menjalin hubungan dengan Gus Zaka lebih dari seorang sahabat. Namun anehnya, butir-butir rasa sayang belum banyak tumbuh di hatiku. Hari ini dia akan pulang dari pondok, masa liburan tamrin awal telah datang. Menimbulkan gurat-gurat senyuman di wajah para santri pondok pesantren. Enam bulan terhitung sejak bulan Syawal mereka telah berkutat dengan kitab-kitab kuning atau yang akrab disebut dengan kitab gundul. Disebut kitab gundul karena kitab tersebut berisikan tulisan-tulisan arab tanpa harakat sama sekali, dan membutuhkan pemahaman yang tinggi untuk mampu membacanya apalagi memahami artinya. Dan kini saat bagi mereka untuk sejenak melemaskan otot, merefresh kembali otak mereka.
Aku tak begitu ambil pusing dengan kepulangannya, aku malah sibuk memikirkan tentang gus Tamam, apakah dia masih ingat denganku? Apakah dia akan menghibungiku lagi? Ku sibuk dengan pemikiran dan khayalan yang melintas di otak.
Selasa, 15 Februari 2011
Sejak kepulangannya dari pondok pesantren, gus Zaka agak aneh. Sedikit sekali tersinggung, dia marah-marah. Diapun mulai banyak menggekangku. Tak boleh inilah, tak boleh itulah. Over protective, aku tak suka diperlakukan seperti itu. banyak perubahan yang dia tunjukan kepadaku, kata-katanya pun mulai agak kasar. Kadang dia membentakku, kadang dia juga begitu manja denganku. Aku tak faham bagaimana jalan pikirannya. Aku hanya mampu mencoba tuk mengerti semua ini.
Hingga dia memutuskan tuk mengakhiri hubungannya denganku, aku agak kaget. Tapi aku tak sedih, tak ada sedikit pun rasa kekecewaan yang terselip di hati. Aneh memang, tapi itulahlah yang ku rasakan.
Malam harinya, aku baru bisa meneteskan air mata, bukan karena kehilangan gus Zaka. Tapi karena sebuah pengkhianatan. Aku tak tahu kalau sebenarnya saat gus Zaka menjalin hubungan denganku, dia terlebih dulu telah menjalin hubungan dengan mbak Nafsa, kakak sepupuku. Air mataku tak hentinya menangis, aku tak sanggup membayangkan bagaimana perasaan mbak Nafsa, jika mengetahui penghiatan ini. Aku tak sanggup. Apalagi jika dia tahu bahwa adik sepupunya lah yang telah tega menusuknya dari belakang. Aku merasa bersalah. Andai aku tahu ini sebelumnya, tak akan aku menerima gus Zaka sebagai seorang kekasih. Siapa yang harus disalahkan. Siapa yang harus menerima hukumannya. Aku ataukah gus Zaka.
Sepanjang malam aku tak hentinya meratap, menyesali semua yang telah terjadi. Maafkan aku mbak, maafkan adikmu yang tahu diri ini. Maafkan penghiatanku ini mbak. Andai aku tahu sebelumnya, aku tak akan pernah mampu menusukmu dari belakang. Aku hanya mampu berdo’a untuk kebahagianmu.
Maafkan aku mbak Nafsa.
*****
Suara adzan maghrib membangunkanku dari lamunan panjang sore itu, mataku telah sembab oleh linangan air mata yang terus mengalir membasahi pipi. Ku tatap langit yang kini hanya menyisakan rintikan gerimis, wajah mbak Nafsa terlukis sempurna disana. Aku tertunduk, tak kuasa melihat wajah lugunya itu., maafkan aku mbak, semoga Allah berkenan memberikan sebagian rahmat-Nya untuk kau. Do’aku selalu ada untukmu.

Menumbuhkan Budaya Baca

Membaca merupakan jalan dan sarana ekspresi diri berkomunikasi serta terus maju melalui pencerdasan dan percerahan. Ada orang bijak yang mengatakan bahwa membaca adalah jendela dunia. Tidak berlebihan jika kalimat tersebut menjadi icon dari dunia membaca. Karena lewat membaca kita akan mampu menjelajah dunia, mengetahui pernak-pernik budaya di setiap belahan alam semesta. Namun, alangkah ironisnya, jika masyarakat tidak memilki budaya membaca. Lalu, siapa yang harus disalahkan dan siapa pula yang harus bertanggung jawab?
Kebiasaan membaca seharusnya, telah ditanamkan sejak dini. Mulai usia balita anak harus dikenalkan dengan dunia baca. Untuk menerapkannya, kita bisa memulai dengan memberikan dongeng sebelum tidur kepada si anak. Secara tidak langsung, hal tersebut akan menimbulkan keinginan dalam diri anak untuk mengetahui terus-menerus bagaimana kelanjutan dari dari cerita ataupun dongeng yang dibacakan. Hal tersebut juga akan menumbuhkan sikap kritis dalam diri anak, membangun pola fikir yang tersusun sistematis dan membantu anak memperoleh kesimpulan dari sebab akibat yang terjadi dalam dongeng. Lewat dongeng pula, nilai-nilai moral dapat disalurkan kepada anak. Dengan demikian, setelah usianya tak lagi balita, keinginan membaca akan dengan sendirinya tertanam dalam diri si anak. Sehingga, pada perkembangan berikutnya kebiasaan dan budaya membaca tidak akan mudah terkikis oleh derasnya arus perkembangan zaman, teknologi dan ilmu pengetahuan karena sejak dini anak telah diakrabkan dengan dunia baca.
Tidak mudah memang memasyarakatkan bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang dulu telah dikenal dengan budaya omong dan budaya nonton. Padahal kita tahu bahwa kebiasaan omong atau bicara harus dilatarbelakangi pula oleh kebiasaan membaca yang kuat dalam diri mereka, selain kemampuan komunikasi yang baik denga orang lain. Sehingga kualitas dari apa yang kita bicarakan dan sampaikan tidak hanya isapan jempol belaka namun mengandung suatu yang bernilai lebih dan tidak diragukan lagi. Tapi anehnya, kita mengaku memilki budaya omong yang baik, namun budaya baca kita tidak lebih baik dari budaya baca masyarakt jepang. Bahkan kalau boleh dikata, masyarakat kita telah kehilangan budaya baca. Lalu, bagaimana kelanjutan negeri ini, jika masyarakatnya saja sudah tidak berminat akan dunia buku?
Salah satu cara yang bisa kita tempuh ialah memperbaiki kualitas bacaan yang ada di negeri ini, melakukan kerja sama yang baik antara penulis dan penerbit dalam rangka peningkatan mutu baca dan bacaan dalam ini. Sehingga tak hanya menimbulkan keuntungan bisnis bagi penulis dan penerbit saja, tapi juga mencerdaskan generasi bangsa lewat buku dan bacaan. Dalam hal ini, penulis tak perlu menyusun buku-buku tebal dengan penjelasan yang panjang lebar agar kuaitas suatu buku diakui. Justru buku yang demikian kurang diminati oleh masyarakat. Mereka cenderung menyukai buku yang ringan-ringan saja namun memuat hal-hal yang bermakna. Dengan penjelasan yang singkat dan padat, masyarakat akan mudah memahami suatu maksud dari bacaan tersebut. seperti kita tahu, kebanyakan generasi muda bangsa ini telah terasuki oleh kebiasaan barat yang menyimpang, seperti : hang out, shooping, dugem, dan lain sebagainya. Penulis seharusnya lebih melihat kepada apa yang kini diminati dan digemari oleh mereka sebagi inspirasi menulis. Sebagi contoh, penulis berinoviasi membuat buku-buku bacaan berat dengan versi kartun. Yakinlah, hal yang demikian akan lebih mudah dicerna dan difahami remaja. Dan pastinya juga kan membantu pemerintah dalam menciptakan generasi unggul, tapi tak ketinggalan arus globalisasi.

Agama dan Realitasnya


Agama adalah sesuatu yang saklar bagi setiap insan manusia, lewat agama manusia mengenal sebuah dimensi lain dalam hidupnya. agama pula yang menjadikan manusia benar-benar hidup, tak hanya seonggok daging yang dapat berjalan, bicara, dan punya nama. tapi lebih dari itu, agama telah menjadikan manusia lebih dari segalannya,mengajarkan menusia tuk memaknai dan mewarnai dunia lewat hati.
banyak agama yang ada di dunia ini, namun semua memiliki tujuan yang sama, yakni mengajak pada sebuah kebaikan. tak ada satupun agama yang mengajarkan manusia untuk menjadi orang buruk, merusak diri mereka sendiri ataupun berusaha menghancurkan dunia. karena pada hakikatnya agama bertujuan untuk menuntun manusia dalam jalan kebenaran,sera sebagai pedoman dan petunjuk hidup.
tapi alangkah mirisnya, ketika agama hanya dijadikan sebuah simbol, sebuah tulisan dalam sebuah kartu tanda penduduk ataupun sejenisnya yang menunjukan bahwa mereka bukan orang-orang atheisme. mereka mengaku beragama, tapi mereka tak tahu apa hakikat dari agama itu, bahkan ajaran dan tuntunan agama pun tak satupun yang mereka lakukan.
banyak orang yang berbicara tentang agama, menyerukan untuk melakukan semua perintah agama, mengajak berbuat kebaikan. tapi mereka sendiri enggan untuk berbuat apalagi menaati agama.
bahkan pada tataran realitas, betapa banyak orang yang pintar berbicara agama, tapi perilaku mereka sama sekali tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan. betapa banyak orang yang canggih dan lincah dalam menghubungkan sains dan agama, namun moralitas hidup mereka bahkan jauh dari ilmu Tuhan. betapa banyak orang yang menghafal ribuan ayat Al-qur'an, tapi etika individual maupun sosialnya tak seindah yang dihafalkan. bahkan betapa banyak pula orang yang tampak khusyuk beribadah, tetapi sama sekali tak berbekas sifat kelembutan cinta Tuhan pada dirinya.
mungkin semua itu merupakan sebuah pertanda akan datangnya hari akhir, hari dimana telah ditutup segala pintu ampunan, hari dimana manusia lupa akan kodratnya sendiri, manusia yang hanya dapat menyesal dan merati dirinya.
sekarang sudah waktunya, bagi kita yang merasa beragama untuk kembali pada tuntunan agama kita,mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, mensucikan hati serta pikiran kita, serta berpasrah akan kuasa-Nya.
salam Ukhuwah untuk semua umat beragama.

sesungguhnya, Hidup ini???

Hidup pada hakikatnya adalah belajar.
Belajar untuk menjadi lebih baik.
Belajar menghargai orang lain.
membentuk sikap dan sifat yang terpuji.

Hidup bukan untuk pujian dan sanjungan.
bukan pula untuk menerima dan mengharap sebesar-besarnya.
Namun hakikat hidup yang sesungguhnya ialah untuk memberi dan menolong sebanyak-banyaknya,hidup bermanfaat dan berguna.
hiduplah bagai air, yang mengalir tenang mengikuti arus.
memberi kesejukan bagi mereka yang kehausan, memberi tenaga bagi mereka yang kekeringan.hidup pula seperti beringin, yang berakar kuat, tak mudah tergoyah walau angin datang menghembus, badai datang menyapu dan gempa berusaha merobohkannya.


aku ingin hidup apa adanya,,,

Analytical Exposotion

Topic : Teachers and Students should be a Friends

Last time, the teachers and the students have a great distance. The students afraid to ask the teacher if they have many problems of the lesson. It makes the students as passive students. We think if the teachers and the students can be a good friend. It can give a change between the teachers and the students.
One important effect, the friendship between teachers and students can make the students feel comfortable in follow the lesson in the classroom. For examples, the will not afraid and shy to ask, if they don’t understand about the lesson. So, it can be a motivation and spirits of the students to study hard.
Then, by having a good friendship, teachers can understand about the characters of the students and vise versa. For examples, if the students have a problem, the teacher can help to solve the problem.
For examples above, we can conclude that it is very important for the students and the teachers to make a good friendship. But we must keep, that this friendship can make students respect for the teachers.

Pemilihan Umum dan Budaya Demokrasi

1. Pemilihan Umum Sebagai Sarana Demokrasi
Pemilihan umum adalah suatu cara untuk memilih wakil – wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak – hak asasi warga Negara di bidang politik.
Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Cara langsung, berarti rakyat dapat secara langsung memilih wakil – wakilnya yang akan menduduki badan – badan perwakilan rakyat.
b. Cara bertingkat, yaitu rakyat memilih dulu wakilnya (senat), kemudian wakilnya itulah yang akan memilih wakil rakyat yang akan duduk di badan – badanperwakilan rakyat.
Dalam praktiknya, kita mengenal tiga system pemilihan umum, antara lain:
a. System Distrik
Sistem distrik merupakan system pemilu yang paling tua dan didasarkan pada kesatuan geografis , dimana satu kesatuan geografis mempunyai satu wakil di parlemen
Keuntungan System distrik, antra lain:
• Wakil yang terpilihh dapat dikenal oleh seluruh penduduk distrik itu, hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat.
• System ini lebih cenderung kearah koalisi partai – partai karena kursi yang diperebutkan dalam satu daerah, hanya satu distrik.
• Kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat terbendung.
• Adanya suatu peluang yang besar bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan yang besar dalam parlemen, tidak perlu diadakan koalisi partai lain, sehingga mendukung stabilitas nasional.
• System ini sederhan serta mudah dilaksanakan.
Kelemahan system distrik, antara lain:
• Kurang adanya perhatian terhadap partai – partai kecil atau minoritas.
• Kurang representif.
• Adanya kecendurungan si wakil lebih mementingkan daerah pemilihannya daripada kepentingan nasional.
• Kurang efektif bagi suatu masyarakat heterogen.
System distrik sering dipakai pada Negara yang mempunyai system dwipartai, seperti Inggris, India, dan Amerika.
Namun system ini, juga dapat dilaksanakan pada Negara dengan system multipartai, seperti Malaysia.
b. System Proporsional
System proporsional adalah presentasi kursi di DPR dibagi tiap – tiap partai politik, sesuai dengan jumlah suara ynag diperolehnya dalam pemilihan umum khusus di daerah pemilihan.
Keuntungan system proporsional, antara lain:
• dianggap sebagai system yang lebih demokratis, karena asas one man one vote dilaksanakn secara penuh tanpa ada suara yang hilang.
• Dianggap lebih representif, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sama dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilu.
Kelemahan system Proporsional, antara lain:
• Pembentukan partai baru lebih mudah.
• Dalam system ini, perbedaan lebih besar dibandingakan dengan kerja sama yang terjalin.
• Adanya peranan atau kekuasaan yang sangat kuat kepada pemimpin partai.
• Hubungan antara wakil yang terpilih dengan masyarakat sangat renggang, karena kecenderungan terhadap partainya dan wilayah pemilihan yang angat luas.
• Sulit bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas , karena banyaknya parati yang bersaing.
c. System Gabungan
Merupakan perpaduan antara system distrik dengan system proporsional. Dealam system ini terjadi pembagian wilayah Negara kedalam beberapa daerah pemilihan. Sisia pemilih tidak akan hilang melainkan akan diperhitungkan kembali dengan jumalh kursi yang belum dibagi.


2. Perilaku Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari – hari
Sebagi warna Negara yang baik dan tahu akan tata tertib dalam berbangsa dan bernegara, sudah seyogya nya kita menerapkan perilaku budaya demokrasi dalam kehidupan sehari –hari, antar lain :
• Menjjunjung tinggi persamaan.
• Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
• Membudayakan sikap bijak dan adil.
• Membiasakan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan.;
• Mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.

3. Kesimpulan
Berdasarkan wacana diatas saya dapat menyimpulkan bahwa Negara Indonesia lebih baik menggunakan system pemilihan umum, yaitu system proporsional yang berdasarkan stelseil daftar. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas dan juga masyarakat yang heterogen.
Disamping itu, dalam system ini wilayah Negara dibagi menjadi beberapap daerah pemilihan, serta sisa dari pemilih tidak akan hilang, melainkan akn diperhitungkan kembali dengan jumlah kursi yang belum dibagi. Kita tahu bahwa 400.00 suara hanya memperoleh satu orang wakil di parlemen. Semisal suatu wakil memperoleh suara 400.80 suara, maka suara yang 80 tersebut tidak akan hilang melainkan akan diperhitungkan kembali bersamampartai – partai lain atau dikenal dengan stembus record atau sutu kesepakatan yang sifatnya tidak resmi yang dibuat antara partai – partai yang akna berkoalisi.

Resensi Novel Mereguk Cinta Dari Surga

I. IDENTITAS BUKU


• Judul : Mereguk Cinta Dari Surga
• Penulis : Abdul Karim Khiaratullah
• Penerbit : Republika
• Tahun Terbit : 2009
• Tempat Penerbit : Jakarta
• Jumlah Halaman : vi+433 halaman
• Kertas yang Digunakan : HVS
• Warna Sampul : coklat keemasan
• Harga Buku : Rp 35.000,00
• Ukuran Buku : 20,5 x 13,5 cm
• Resensator : Himatul Aliyah (XI IA 2/27)
II. SINOPSIS
Hidup pada hakikatnya adalah sebuah perjanan panjang yang melelahkan. Layaknya sebuah perjalanan pasti banyak ujian dan rintangan yang mesti dihadapi sebelum seseorang sampai pada tujuan yang ingin ia capai. Semakin besar tujuan ynag ingin ia raih semakin besar pula rintangan yang datang menghadang.
Demikinlah gambaran kehidupan yang dijalani Azis, seorang santri yang haus akan ilmu pengetahuan. Keinginannya untuk bisa melanjutkan kuliah di Jakarta menjadi hancur berkeping – keping lantaran ia mengalami sebuah peristiwa yang menyedihkan yang membuatnya mengalami rentetan cobaan dan ujian yang datang silih berganti. Namun semua itu tidak menyurutkan langkah kakinya untuk tetap meraih apa yang ia cita – citakan. Ketabahan dan kesabarannya atas semua cobaan dan rintangan tersebut ternyata berbuah manis. Semua perjalaan hidup yang telah ia alami dijadikan sebuah novel penggugah hati yang mengantarkannya menjadi seorang penulis. Kegagalannya menduduki bangku kuliah di Kota Jakarta menjadi titik balik yang mengantarkannya menjadi seorang seorang calon mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari Departemen Agama menuju Universitas Al – Azhar, Kairo…
III. Kelebihan
• Merupakan salah satu novel pembangun jiwa yang penuh akan makna.
• Novel ini membangun semangat unutk terus belajar dan mencari ilmu pengetahuan setinggi mungkin.
• Gaya bahasa yang ringan dan alur cerita yang mudah dimengerti membuat pembaca seakan dapat melihat apa yang ingin diperlihatkan penulis novel.
• Novel ini membuat kita semakin yakin bahwa perjalan takdir sejatinya selalu mempertemukan manusia dengan berbagai kebaikan.
• Dalam novel ini banyak wawasan dan pengetahuan yang kita peroleh.
• Alur ceritanya mengajarkan kita tentanghidup yang penuh warna dan liku.
IV. Kekurangan
• Pengambaran latar tempat kurang detail.
V. Kebermanfaatan
Novel percintaan yang satu ini pantas di baca oleh siapa saja. Sesuai dengan konsepnya, yaitu novel pembangun jiwa, novel ini dapat memberikan semangat pada jiwa untuk lebih bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT. selain itu, novel ini penuh dengan ilmu pengetahuan yang akan memperluas wawasan kita terhadap dunia.